A. PENDAHULUAN
Secara
kodrati, manusia diciptakan berpasang-pasangan dengan harapkan mampu
hidup berdampingan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Dari sini tampak
bahwa sampai kapan pun, manusia tidak mampu hidup seorang diri, tanpa
bantuan dan kehadiran orang lain.
Salah satu cara yang dipakai untuk
melambangkan bersatunya dua insan yang berlainan jenis dan sah menurut
agama dan hukum adalah pernikahan. Masing-masing daerah mempunyai tata
upacara pernikahannya sendiri-sendiri. Dalam bahasan ini, penulis akan
mencoba mendeskripsikan tata upacara pernikahan adat Jawa dipandang dari
sudut pandang semiotika.
B. PEMBAHASAN
Pernikahan
adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk
menghalalkan semua perbuatan yang berhubungan dengan kehidupan
suami-istri guna membentuk suatu keluarga dan meneruskan garis
keturunan. Guna melakukan prosesi pernikahan, orang Jawa selalu mencari
hari yang baik, maka perlu dimintakan pertimbangan dari ahli
penghitungan hari baik berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah
ditemukan hari baik, maka sebulan sebelum akad nikah, secara fisik
calon pengantin perempuan disiapkan untuk menjalani hidup pernikahan,
dengan cara diurut perutnya dan diberi jamu oleh ahlinya. Pengurutan
perut untuk menempatkan rahim dalam posisi yang tepat agar dalam
persetubuhan pertama memperoleh keturunan, dan minum jamu Jawa agar
tubuh ideal dan singset.
Sebelum pernikahan dilakukan, ada beberapa
prosesi yang harus dilakukan, baik oleh pihak laki-laki maupun
perempuan. Tata upacara pernikahan adat Jawa adalah sebagai berikut :
- Babak I (Tahap Pembicaraan)
Yaitu
tahap pembicaraan antara pihak yang akan punya hajat mantu dengan pihak
calon besan, mulai dari pembicaraan pertama sampai tingkat melamar dan
menentukan hari penentuan (gethok dina).
- Babak II (Tahap Kesaksian)
Babak
ini merupakan peneguhan pembicaaan yang disaksikan oleh pihak ketiga,
yaitu warga kerabat dan atau para sesepuh di kanan-kiri tempat
tinggalnya, melalui acara-acara sebagai berikut :
1. Srah-srahan
Yaitu
menyerahkan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan
pelaksanaan acara sampai hajat berakhir. Untuk itu diadakan
simbol-simbol barang-barang yang mempunyai arti dan makna khusus, berupa
cincin, seperangkat busana putri, makanan tradisional, buah-buahan,
daun sirih dan uang. Adapun makna dan maksud benda-benda tersebut adalah
:
a. Cincin emas
yang dibuat bulat tidak ada putusnya, maknanya agar cinta mereka abadi tidak terputus sepanjang hidup.
b. Seperangkat busana putri
bermakna masing-masing pihak harus pandai menyimpan rahasia terhadap orang lain.
c. Perhiasan yang terbuat dari emas, intan dan berlian
mengandung makna agar calon pengantin putri selalu berusaha untuk tetap bersinar dan tidak membuat kecewa.
d. Makanan tradisional
terdiri
dari jadah, lapis, wajik, jenang; semuanya terbuat dari beras ketan.
Beras ketan sebelum dimasak hambur, tetapi setelah dimasak, menjadi
lengket. Begitu pula harapan yang tersirat, semoga cinta kedua calon
pengantin selalu lengket selama-lamanya.
e. Buah-buahan
bermakna penuh harap agar cinta mereka menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
f. Daun sirih
Daun
ini muka dan punggungnya berbeda rupa, tetapi kalau digigit sama
rasanya. Hal ini bermakna satu hati, berbulat tekad tanpa harus
mengorbankan perbedaan.
2. Peningsetan
Lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan yang ditandai dengan tukar cincin antara kedua calon pengantin.
3. Asok tukon
Hakikatnya adalah penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keuangan kepada keluarga pengantin putri.
4. Gethok dina
Menetapkan
kepastian hari untuk ijab qobul dan resepsi. Untuk mencari hari,
tanggal, bulan, biasanya dimintakan saran kepada orang yang ahli dalam
perhitungan Jawa.
- Babak III (Tahap Siaga)
Pada
tahap ini, yang akan punya hajat mengundang para sesepuh dan sanak
saudara untuk membentuk panitia guna melaksanakan kegiatan acara-acara
pada waktu sebelum, bertepatan, dan sesudah hajatan.
1. Sedhahan
Yaitu cara mulai merakit sampai membagi undangan.
2. Kumbakarnan
Pertemuan membentuk panitia hajatan mantu, dengan cara :
a. pemberitahuan dan permohonan bantuan kepada sanak saudara, keluarga, tetangga, handai taulan, dan kenalan.
b. adanya rincian program kerja untuk panitia dan para pelaksana.
c. mencukupi segala kerepotan dan keperluan selama hajatan.
d. pemberitahuan tentang pelaksanaan hajatan serta telah selesainya pembuatan undangan.
3. Jenggolan atau Jonggolan
Saatnya
calon pengantin sekalian melapor ke KUA (tempat domisili calon
pengantin putri). Tata cara ini sering disebut tandhakan atau tandhan,
artinya memberi tanda di Kantor Pencatatan Sipil akan ada hajatan mantu,
dengan cara ijab.
- Babak IV (Tahap Rangkaian Upacara)
Tahap ini bertujuan untuk menciptakan nuansa bahwa hajatan mantu sudah tiba. Ada beberapa acara dalam tahap ini, yaitu :
1. Pasang tratag dan tarub
Pemasangan
tratag yang dilanjutnya dengan pasang tarub digunakan sebagai tanda
resmi bahwa akan ada hajatan mantu dirumah yang bersangkutan. Tarub
dibuat menjelang acara inti. Adapun ciri kahs tarub adalah dominasi
hiasan daun kelapa muda (janur), hiasan warna-warni, dan kadang disertai
dengan ubarampe berupa nasi uduk (nasi gurih), nasi asahan, nasi
golong, kolak ketan dan apem.
2. Kembar mayang
Berasal dari kata
"œkembarâ" artinya sama dan "œmayangâ" artinya bunga pohon jambe atau
sering disebut Sekar Kalpataru Dewandaru, lambang kebahagiaan dan
keselamatan. Jika pawiwahan telah selesai, kembar mayang dilabuh atau
dibuang di perempatan jalan, sungai atau laut dengan maksud agar
pengantin selalu ingat asal muasal hidup ini yaitu dari bapak dan ibu
sebagai perantara Tuhan Yang Maha Kuasa. Barang-barang untuk kembar
mayang adalah :
a. Batang pisang, 2-3 potong, untuk hiasan. Biasanya diberi alas dari tabung yang terbuat dari kuningan.
b. Bambu aur untuk penusuk (sujen), secukupnya.
c. Janur kuning, ± 4 pelepah.
d. Daun-daunan: daun kemuning, beringin beserta ranting-rantingnya, daun apa-apa, daun girang dan daun andong.
e. Nanas dua buah, pilih yang sudah masak dan sama besarnya.
f. Bunga melati, kanthil dan mawar merah putih.
g.
Kelapa muda dua buah, dikupas kulitnya dan airnya jangan sampai tumpah.
Bawahnya dibuat rata atau datar agar kalau diletakkan tidak terguling
dan air tidak tumpah.
3. Pasang tuwuhan (pasren)
Tuwuhan dipasang
di pintu masuk menuju tempat duduk pengantin. Tuwuhan biasanya berupa
tumbuh-tumbuhan yang masing-masing mempunyai makna :
a. Janur
Harapannya agar pengantin memperoleh nur atau cahaya terang dari Yang Maha Kuasa.
b. Daun kluwih
Semoga hajatan tidak kekurangan sesuatu, jika mungkin malah dapat lebih (luwih) dari yang diperhitungkan.
c. Daun beringin dan ranting-rantingnya
Artinya harapan, cita-cita atau keinginan yang didambakan mudah-mudahan selalu terlaksana.
d. Daun dadap serep
Artinya dingin, sejuk, teduh, damai, tenang tidak ada gangguan apa pun.
e. Seuntai padi (pari sewuli)
Melambangkan
semakin berisi semakin merunduk. Diharapkan semakin berbobot dan
berlebih hidupnya, semakin ringan kaki dan tangannya, dan selalu siap
membantu sesama yang kekurangan.
f. Cengkir gadhing
Air kelapa muda (banyu degan), adalah air suci bersih, dengan lambang ini diharapkan cinta mereka tetap suci sampai akhir hayat.
g. Setundhun gedang raja suluhan (setandan pisang raja)
Semoga kelak mempunyai sifat seperti raja hambeg para marta, mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
h. Tebu wulung watangan (batang tebu hitam)
Kemantapan hati (anteping kalbu), jika sudah mantap menentukan pilihan sebagai suami atau istri, tidak tengok kanan-kiri lagi.
i. Kembang lan woh kapas (bunga dan buah kapas)
Harapannya agar kedua pengantin kelak tidak kekurangan sandang, pangan, dan papan. Selalu pas, tetapi tidak pas-pasan.
j. Kembang setaman dibokor (bunga setaman yang ditanam di air dalam bokor)
Harapannya agar kehidupan kedua pengantin selalu cerah ibarat bunga di taman.
4. Siraman
Ubarampe
yang harus disiapkan berupa air bunga setaman, yaitu air yang diambil
dari tujuh sumber mata air yang ditaburi bunga setaman yang terdiri dari
mawar, melati dan kenanga. Tahapan upacara siraman adalah sebagai
berikut :
– calon pengantin mohon doa restu kepada kedua orangtuanya.
– calon mantu duduk di tikar pandan tempat siraman.
– calon pengatin disiram oleh pinisepuh, orangtuanya dan beberapa wakil yang ditunjuk.
–
yang terakhir disiram dengan air kendi oleh bapak ibunya dengan
mengucurkan ke muka, kepala, dan tubuh calon pengantin. Begitu air kendi
habis, kendi lalu dipecah sambil berkata "Niat ingsun ora mecah kendi,
nanging mecah pamore anakku wadon".
5. Adol dhawet
Upacara ini
dilaksanakan setelah siraman. Penjualnya adalah ibu calon pengantin
putri yang dipayungi oleh bapak. Pembelinya adalah para tamu dengan uang
pecahan genting (kreweng). Upacara ini mengandung harapan agar nanti
pada saat upacara panggih dan resepsi, banyak tamu dan rezeki yang
datang.
6. Midodareni
Midodareni adalah malam sebelum akad nikah,
yaitu malam melepas masa lajang bagi kedua calon pengantin. Acara ini
dilakukan di rumah calon pengantin perempuan. Dalam acara ini ada acara
nyantrik untuk memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir dalam
akad nikah dan sebagai bukti bahwa keluarga calon pengantin perempuan
benar-benar siap melakukan prosesi pernikahan di hari berikutnya.
Midodareni berasal dari kata "widodareni" (bidadari), lalu menjadi
"midodareni" yang berarti membuat keadaan calon pengantin seperti
bidadari. Dalam dunia pewayangan, kecantikan dan ketampanan calon
pengantin diibaratkan seperti Dewi Kumaratih dan Dewa Kumajaya.
- Babak V (Tahap Puncak Acara)
1. Ijab qobul
Peristiwa
penting dalam hajatan mantu adalah ijab qobul dimana sepasang calon
pengantin bersumpah di hadapan naib yang disaksikan wali, pinisepuh dan
orang tua kedua belah pihak serta beberapa tamu undangan. Saat akad
nikah, ibu dari kedua pihak, tidak memakai subang atau giwang guna
memperlihatkan keprihatinan mereka sehubungan dengan peristiwa
menikahkan atau ngentasake anak.
2. Upacara panggih
Adapun tata urutan upacara panggih adalah sebagai berikut :
a. Liron kembar mayang
Saling
tukar kembar mayang antar pengantin, bermakna menyatukan cipta, rasa
dan karsa untuk mersama-sama mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan.
b. Gantal
Daun
sirih digulung kecil diikat benang putih yang saling dilempar oleh
masing-masing pengantin, dengan harapan semoga semua godaan akan hilang
terkena lemparan itu.
c. Ngidak endhog
Pengantin putra menginjak telur ayam sampai pecah sebagai simbol seksual kedua pengantin sudah pecah pamornya.
d. Pengantin putri mencuci kaki pengantin putra
Mencuci dengan air bunga setaman dengan makna semoga benih yang diturunkan bersih dari segala perbuatan yang kotor.
e. Minum air degan
Air ini dianggap sebagai lambang air hidup, air suci, air mani (manikem).
f. Di-kepyok dengan bunga warna-warni
Mengandung harapan mudah-mudahan keluarga yang akan mereka bina dapat berkembang segala-galanya dan bahagia lahir batin.
g. Masuk ke pasangan
Bermakna pengantin yang telah menjadi pasangan hidup siap berkarya melaksanakan kewajiban.
h. Sindur
Sindur
atau isin mundur, artinya pantang menyerah atau pantang mundur.
Maksudnya pengantin siap menghadapi tantangan hidup dengan semangat
berani karena benar.
Setelah melalui tahap panggih, pengantin diantar duduk di sasana riengga, di sana dilangsungkan tata upacara adat Jawa, yaitu :
i. Timbangan
Bapak
pengantin putri duduk diantara pasangan pengantin, kaki kanan diduduki
pengantin putra, kaki kiri diduduki pengantin putri. Dialog singkat
antara Bapak dan Ibu pengantin putri berisi pernyataan bahwa
masing-masing pengantin sudah seimbang.
j. Kacar-kucur
Pengantin
putra mengucurkan penghasilan kepada pengantin putri berupa uang receh
beserta kelengkapannya. Mengandung arti pengantin pria akan bertanggung
jawab memberi nafkah kepada keluarganya.
k. Dulangan
Antara
pengantin putra dan putri saling menyuapi. Hal ini mengandung kiasan
laku memadu kasih diantara keduanya (simbol seksual). Dalam upacara
dulangan ada makna tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung)
dilambangkan dengan sembilan tumpeng yang bermakna :
– tumpeng tunggarana : agar selalu ingat kepada yang memberi hidup.
– tumpeng puput : berani mandiri.
– tumpeng bedhah negara : bersatunya pria dan wanita.
– tumpeng sangga langit : berbakti kepada orang tua.
– tumpeng kidang soka : menjadi besar dari kecil.
– tumpeng pangapit : suka duka adalah wewenang Tuhan Yang Maha Esa.
– tumpeng manggada : segala yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi.
– tumpeng pangruwat : berbaktilah kepada mertua.
– tumpeng kesawa : nasihat agar rajin bekerja.
3. Sungkeman
Sungkeman
adalah ungkapan bakti kepada orang tua, serta mohon doa restu. Caranya,
berjongkok dengan sikap seperti orang menyembah, menyentuh lutut orang
tua pengantin perempuan, mulai dari pengantin putri diikuti pengantin
putra, baru kemudian kepada bapak dan ibu pengantin putra.
C. TINJAUAN DENGAN PENDEKATAN SEMIOTIKA
Pendekatan
yang dipakai dalam makalah ini adalah pendekatan semiotika. Semiotika
memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles
Sander Peirce (1839-1914). Keduanya mengembangkan ilmu semiotika secara
terpisah dan tidak mengenal satu sama lain, Saussure di Eropa dan Peirce
di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah Linguistik,
sedangkan Peirce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya
"semiologi" (semiology), sedangkan Peirce menyebut ilmu yang
dibangunnya"semiotika" (semiotics). Dalam perkembangan selanjutnya
istilah "semiotika" lebih popular dari pada "semiologi".
Berdasarkan
hubungan tanda dan objek, Peirce membagi tanda menjadi tiga, yakni ikon
(icon), indeks (index) dan simbol (symbol). Ikon adalah sesuatu yang
berfungsi sebagai tanda berdasarkan kemiripannya dengan sesuatu yang
lain. Indeks adalah sebuah tanda yang dalam corak tandanya tergantung
dari adanya sebuah "objek" atau denotatum. Simbol adalah tanda yang
hubungan antara tanda dan objeknya ditentukan oleh sebuah peraturan yang
berlaku umum. Berikut penjelasan tanda berdasarkan kenyataan hubungan
dengan jenis dasarnya :
1. Ikon
Ikon merupakan tanda yang
menyerupai benda yang diwakilinya, atau suatu tanda yang menggunakan
kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya. Dalam
hal ini cincin emas, seperangkat busana putri dan uang merupakan ikon,
karena benda-benda tersebut mewakili benda yang sebenarnya.
2. Indeks
Indeks
adalah tanda yang sifat tandanya tergantung dari keberadaanya suatu
denotasi, sehingga dalam terminologi Peirce merupakan secondness. Dengan
kata lain, indeks adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan atau
kedekatan dengan apa yang diwakilinya. Dalam hal ini tarub, kembar
mayang, dan tuwuhan merupakan indeks. Hal ini dikarenakan item tersebut
hanya ditemui dalam upacara pernikahan adat Jawa.
3. Simbol
Simbol
adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda dan denotasinya ditentukan
oleh peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan
bersama (konversi). Cincin emas, seperangkat busana putri, perhiasan
yang terbuat dari emas, intan dan berlian; makanan tradisional,
buah-buahan, daun sirih, peningset, janur, daun kluwih, daun beringin
lengkap dengan ranting-rantingnya, daun alang-alang, daun dadap sirep,
seuntai padi, cengkir gadhing, setandan pisang raja, batang tebu hitam,
bunga dan buah kapas, bunga setaman dan sungkeman merupakan simbol. Hal
ini dikarenakan masing-masing item tersebut memiliki makna simbolis yang
terkandung di dalamnya.
D. PENUTUP
Demikianlah tata upacara
pernikahan Jawa yang sampai saat ini masih digunakan dalam pernikahan di
Jawa. Jika diamati secara detail, prosesi pernikahan di Jawa terkesan
"njlimet atau rumit". Hal ini dikarenakan banyaknya perlambang yang
dipakai di dalamnya. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena sampai
saat ini masyarakat Jawa masih senang menggunakan simbol atau
perlambang dalam kehidupannya.
Sumber: lubisgrafura.wordpress.com
Oleh: Najma Thalia, S.S.
REFERENSI :
2005. Adat Istiadat Jawa. http://www.karatonsurakarta.com (diakses 14 Januari 2008 pukul 15.15 WIB).
Mangun
Hardjodikromo. 2005. Adat Istiadat Jawa : Manusia Jawa Sejak Dalam
Kandungan Sampai Wafat.
<http://http://www.semarasanta.wordpress.com> (diakses 14 Januari
2008 pukul 15.15 WIB).
Panuti Sujiman. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sumarsono. 2007. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita.